Tari Topeng Gaya Losari mempunyai sejarah yang sangat
panjang. Tari ini diciptakan oleh Panembahan Losari atau Pangeran Losari atau
Pangeran Angkawijaya sekitar 400 tahun yang lalu. Pada awalnya tarian ini di
ciptakan untuk menyebarkan Agama Islam.
Dalam Penyajiannya Topeng Losari mengedepankan penokohan
dari Cerita Panji, berbeda dengan Tari Topeng dari Wilayah Cirebon lainnya yang
lebih mengedepankan watak perkembangan sifat manusia yang menjurus ke nilai
filosofis.
Ada 2 unsur yang mendukung dalam pementasan Tari Topeng
Losari yaitu Dalang Topeng dan Penari Topeng. Dalang Topeng adalah pelaku tari
yang menjalani ritual khusus dengan beberapa fase ritual sebelum melakukan
pementasan tari sedangkan Penari Topeng adalah pelaku tari yang tidak menjalani
ritual sebelum melakukan pementasan tari.
Saat ini yang menarikan Tari Topeng Losari adalah Nur Anani
M Irman atau sering dipanggil Nani Topeng Losari yang merupakan generasi ke
tujuh trah langsung penari Topeng Losari atau disebut juga Dalang Topeng
Losari. Nani Topeng Losari adalah cucu dari Maestro Ibu Dewi Sawitri (Dalang
Topeng dari Losari yang merupakan generasi ke enam dari trah Topeng Losari).
Nani sebagai Dalang Topeng Losari menari selalu dengan mata
tertutup dan tidak pernah memperdulikan penonton apakah jumlahnya banyak atau
sedikit karena bagi Tari Topeng Losari, menari lebih kepada berdoa untuk Tuhan,
tubuh dan bumi. Meski pada hakikatnya bahwa di Topeng Losari tarian lebih
menggambarkan tentang penokohan dan lebih ke penjiwaan bukan tentang filosofis.
Pakem Tari Topeng Losari, Kotak Topeng dan Nayaga dijadikan
sebagai pusat atau patokan energi, sebab dalang Topeng Losari dari generasi ke
generasi percaya sekali bahwa di antara gamelan ada Sembilan Wali,
Dalang-dalang Topeng di Cirebon percaya bahwa Tari Topeng berasal dari Wali
yaitu salah satunya Sunan Kalijaga, tetapi kemudian di Topeng Losari
disempurnakan oleh Raden Angka Wijaya atau Pangeran Losari.
Oleh sebab itu di Topeng Losari, Dalang Topeng atau penari
selalu atau lebih banyak menghadap ke arah Kotak Topeng dan Nayaga ketika
menari, begitu juga halnya dengan penyajian Topeng Losari, di pakem Topeng
Losari disela tarian selalu diselingi dengan bodoran lakon atau juga disebut
dengan selingan lawak yang melibatkan beberapa Nayaga, ini berlaku dari
generasi ke generasi dan pakem tersebut sampai seterusnya tidak boleh
dihilangkan.
Tari topeng losari secara history sangat kuat
memegang tradisi, lebih ke ritual dan lebih mengedepankan sakralitas. Itu
sebabnya pada saat Dalang Topeng yang menari tidak boleh memakai make
up karena meritualkan diri. Tari Topeng Losari dijadikan media ritual
pendekatan antara Tuhan dan bumi. Jadi Dalang Topeng dalam Tari Topeng Losari
berada di tengahnya antara langit dan bumi sebagai media ritual 3 dimensi.
Ritual yang harus dilakukan antara lain, mutih gedang
artinya puasa makan pisang, puasa rawit artinya puasa yang berbuka dengan makan
cabai rawit, puasa putih geni artinya puasa tidak makan tidak tidur, puasa
wuwungan artinya selama puasa di kurung di dalam kamar tanpa ada yang
mendatangi, puasa sedawuh artinya puasa sampai jam 12 siang. Semuanya ini
dilakukan oleh Penari Tari Topeng Losari Cirebon agar nanti di dalam pementasan
berjalan lancar tanpa ada halangan.
Ciri spesifik dari tarian ini terletak pada gaya antara lain
gaya gakong (sikap kayang), gantung sikil (menggantung kaki) dan pasang naga
seser (kuda-kuda). Ciri lainnya adalah selama menari Tari Topeng Losari Cirebon
ini para penarinya akan menutup matanya mengikuti irama musik karena pada
Topeng Losari ini pada bagian matanya tidak ada lubang matanya.
Tari Topeng Losari
Cirebon dalam penampilannya menampilkan gerakan yang keras dan lembut di mana
pada setiap gerak tarinya ini menggambarkan kehidupan didunia ini.
Sekeras-kerasnya sikap seseorang pasti akan mempunyai sikap lembut disisi
manusianya itu, dimana ini menggambarkan tentang keseimbangan antara keras dan
lembut didunia ini.
Topeng Losari mengambil history dari Kerajaan
Kediri, Majapahit. Losari masih ada keterkaitannya dan masih memegang pakem
dari zaman nenek moyang hingga sekarang. Misalnya penari Tari Topeng Losari
tidak boleh membelakangi Kotak Topeng secara pure karena Kotak Topeng
dianggap sebagai center dan kami dipercaya bahwa di dalam Kotak
Topeng ada energi 9 Wali diantara gamelan dan nayaga”.
“Tari Topeng Losari tidak boleh jauh dari penonton karena
memang kita lahir dari rakyat, kita besar oleh masyarakat dan energi kita dari
penonton. Topeng yang dipakai dalam pementasan Tari Topeng Losari tidak ada
lobang matanya untuk melihat. Yang membuat Pangeran Losari bersamaan dengan
dibuatnya Kereta Singobarong yang ada di Keraton Kasepuhan. Kami punya 80
topeng yang masih asli dan benar-benar dijaga keasliannya, belum dicat ulang
dan kondisinya tetap utuh”.
“Costume yang dipakai setiap pementasan Tari Topeng
Losari semua warisan dari nenek moyang. Mulai dari kain jarit nya, topeng,
sobra dan perlengkapan lainnya. Sobra yang dipakai terbuat dari rambutnya Pangeran
Losari. Sobra harus rambut asli nenek moyang”, pungkas Nani Dewi Sawitri yang
merupakan generasi ke tujuh dari Pangeran Losari.
Tari Topeng Gaya Losari memiliki ciri yang berbeda
dengan Tari Topeng Gaya Cirebon lainnya, baik dilihat dari latar belakang,
penokohan, koreografi, tata busana, wanda kedok, musik maupun tata cara
penyajian.
Tiga gerak yang menjadi ciri khas menarik dalam Gaya Losari
adalah Gerak Galeyong (gerakan kayang yang sobranya sampai menyentuh bawah),
Pasang Naga Seser (Kuda-kuda menyamping lebar) menyerupai sikap Kathakali di
India dan sikap Gantung Kaki yang mirip sekali dengan Kaki Patung Dewa Shiwa
sebagai Nataraja dari India yang mengharuskan penarinya memperlihatkan telapak
kakinya ke samping.
Urutan tarian dari Tari Topeng losari :
·
Tari Panji Sutrawinangun
·
Tari Rampak Patih Jayabadra
·
Tari Tumenggung Magangdiraja
·
Tari Rampak Klana Bandopati
·
Tari Klana Bandopati
TARI PANJI
SUTRAWINANGUN, sering disebut juga Tari Pamindo karena lagu
pengiringnya Pamindo. Di Topeng Losari Tari Pamindo disebut juga sebagai Tari Panji.
Diberi nama Tari Panji karena tokoh wayanganya adalah Raden Panji Sutrawinangun
atau tokohnya yang disebut sebagai Raden Panji Sutrawinangun atau Sebagai Tokoh
Wayang Samba di Cerita Topeng Losari.
Tari Pamindo atau Panji Sutrawinangun menggambarkan Tentang
Tokoh Raden Panji yang mempunyai karakter Lembut, Lungguh dan
Kharismatik. Di topeng Losari Cirebon Panji menggambarkan sifat
manusia yang baru di lahirkan, di dalamnya terkandung makna kejujuran,
kepolosan dan apa adanya dan kemurnian jiwa manusia yang baru menginjak bumi,
di gambarkan oleh warna kedok berwarna putih kekuningan, makna “Baru
Dilahirkan” di sini menggambarkan sebuah filosofi tentang kesucian dan
keagungan. Karakter dari tarian ini adalah Lanyap (Sedikit Gagah)
yang di dahului oleh bagian dodoan yang halus dan hampir tidak melangkah,
kedoknya berparas seorang putri cantik.
TARI PATIH JAYABADRA, Tarian
ini mempunyai karakter setengah ponggawa (gagah dan agak kasar) kedok yang di
pakai adalah kedok Patih yang berwarna merah jingga. Tokoh wayangnya adalah
Patih Jayabadra dalam cerita Jaka Penjaring dan Jaka Buntek.
TARI TUMENGGUNG
MAGANGDIRAJA, Karakter dari tarian ini adalah ponggawa (gagah dan agak
kasar), tokoh wayangnya adalah Tumenggung Magangdiraja dari negara Tumasik.
Kedok yang dipergunakan mempunyai ekspresi galak dan berwarna putih.
TARI KLANA BANDOPATI, Tari
Klana Bandopati adalah tarian yang berkarakter kuat, gagah dan kasar sehingga
membutuhkan stamina yang baik, karena jenis tariannya sangat dinamis dan lebih
menitik beratkan pada penguasaan intesitas tenaga dan tekhnik gerak serta
penjiwaan karakter. Tokoh wayanganya adalah Prabu Klana Bandopati dari cerita
Jaka Buntek, kedoknya berwarna merah tua berparas raksasa Buas.
Di Topeng Losari Tari Klana lebih menggambarkan tokoh
seorang raja bernama Klana Bandopati. Klana Bandopati menggambarkan sifat
manusia penuh angkara murka dan sombong, digambarkan dengan warna kedok merah,
mata melotot, ini merupakan makna gambaran sifat manusia yang tidak baik
dengan pesan moral agar sifat seperti ini jangan ditiru.
0 komentar:
Posting Komentar