Kesenian
Rebana banyak berkembang di wilayah Jawa Barat. Berdasarkan perkembangannya,
kesenian yang menggunakan alat musik rebana mengalami perubahan baik dari
segi bentuk, nama atau istilah, maupun cara mempertunjukannya. Istilah
kesenian yang menggunakan rebana diantaranya, gembyung, terebang, dan
genjring. Perbedaannya, alat musik gembyung dan terebang menggunakan
rebana yang berukuran besar. Sedangkan pada genjring menggunakan rebana
yang berukuran besar dan kecil serta terdapat kepingan logam pada ketiga
sisinya. Salah satu kesenian rebana yang
banyak berkembang di masyarakat yakni genjring rudat. Genjring rudat
berasal dari dua jenis kesenian yang disatukan, yaitu kesenian genjring
dan tari rudat. Pada kesenian genjring dapat disajikan menggunakan alunan
vokal ataupun hanya menggunakan waditra genjring. Alunan vokal pada
kesenian genjring berasal dari syair shalawat atau pupujian. Syair
shalawat berasal dari Kitab Al-Barzanji. Pada Kitab Al-Barzanji memuat tentang
sejarah Nabi Muhammad SAW, oleh karena itu syair yang digunakan berbahasa
Arab. Sedangkan tari rudat merupakan tarian yang kental dengan unsur agama
Islam dan bela diri. Pada penyajiannya, tari rudat dimainkan dengan iringan
musik genjring dan shalawat. Pada zaman
kesultanan Kanoman Cirebon muncul pola dan perilaku yang berbeda dalam
memainkan genjring yang dikenal masyarakat sebagai genjring rudat.
Genjring rudat lahir pada zaman Kesultanan Kanoman, bermula dari semangat
masyarakat yang ingin melawan serangan penjajah yang saat itu melarang
aktifitas silat tenaga dalam dan bela diri. Akhirnya para pemimpin
Kesultanan dan Pesantren menyiasatinya dengan menyamarkan pergerakan
silat tersebut menjadi tarian untuk mengajarkan bela diri kepada para
pemuda dan para santri. Sehingga gerakan-gerakan silat dan bela diri
tersebut tidak disadari oleh penjajah. Dan pada saat itu para santri yang
berasal dari Kuningan, mengenalkan kesenian genjring rudat kepada
masyarakat Kuningan sesuai dengan daerahnya masing-masing. Fungsi atau kegunaan kesenian genjring rudat
awalnya bertujuan untuk penyebaran agama Islam. Kesenian genjring rudat
ini biasa ditampilkan dalam acara hiburan di lingkungan pesantren. Para
santri melakukan kesenian genjring rudat pada saat waktu senggang dengan
menyanyikan syair-syair shalawat yang bermakna memuji kebesaran Allah
SWT. Selain itu, kesenian genjring rudat dilakukan sambil menari dengan
gerakan pencak silat. Pada perkembangan berikutnya, kesenian genjring
rudat biasa ditampilkan pada acara keagamaan, seperti Maulid Nabi
Muhammad SAW, Rajaban, Hari Raya Idul Fitri dan hari- hari besar Islam
lainnya. Seiring perkembangan zaman, kesenian
genjring rudat beralih fungsi dari media pengembangan dan penyebaran
agama Islam menjadi sarana hiburan. Setelah beralih fungsi menjadi sarana
hiburan yang ditonton oleh masyakarat luas, kesenian genjring rudat biasa
ditampilkan pada Peringatan Hari Besar Nasional, Penyambutan Tamu
Kehormatan, Hajatan, Khitanan, dan lain-lain. Pada penyajiannya, materi
lagu yang ditampilkan mengikuti perkembangan zaman. Lagu-lagu yang
ditampilkan tidak hanya berasal dari syair shalawat atau lagu-lagu yang
bernilai keagamaan, akan tetapi meliputi Pop Sunda dan Dangdut.
Genjring Rudat memiliki nilai filosofis yang
diambil dari aktifitas ibadah shalat. Pertama, mengambil nilai filosofis dari
barisan shalat yang berjajar rapi. Para penari melakukan gerakan baris-berbaris
secara tradisional. Selain itu, proses pertunjukan rudat ini lebih kepada
pertunjukan bela diri yang diiringi tabuhan genjring dan shalawatan yang
dilengkapi dengan puja dan puji kepada junjungan Nabi Muhammad Saw. Biasanya,
apabila jumlah penari-nya semakin banyak, maka pertunjukan semakin bagus. Atraksi
dimulai ketika para penari sudah berjajar seperti barisan shalat, kemudian
mereka menari silih berganti seperti gerakan ombak yang susul menyusul. Itulah
yang disebut sebagai rudat. Hanya saja, yang menjadi inti gerakan tarian adalah
tarian silat atau pencak silat. Secara jumlah, tujuh penari merupakan angka
minimal diadakan pertunjukan Genjring Rudat. Selebihnya bisa mencapat 40
pemain. Sedangkan alat musik inti yang dipakai adalah bedug dan Genjring
(Rebanda). Jumlah Genjring bervariasi antara empat hingga sebelas pengiring
musik genjring. Dilihat dari gerakan tarinya, Genjring Rudat hampir mirip
dengan Tarian Shaman di Aceh.
Perbedaannya terletak dari gerakan pencak
silatnya. Pencak silat Genjring Rudat Cirebon tergolong unik. Pencak silat
Cirebon merupakan perpaduan antara Cimande, Bogor, Minangkabau, kemudian Dermayon atau
Indramayu. Cirebon memiliki watak khas yang lumayan unik dalam hal aliran
silat. Karena tidak ada satu aliran silat yang menonjol. Jadi terbuka terhadap
unsur-unsur dari luar. Bahkan kungfu-pun masuk dalam khasanah silat
Cirebon. Misalnya ada jurus, kuntau. Kuntau berasal dari bahasa
Cina yang masuk dalam peristilahansilat Cirebon. Selain di Cirebon,
Kesenian genjring rudat berkembang di beberapa daerah di
Kabupaten Kuningan, diantaranya Ciporang, Subang, Darma, Ancaran, Cilimus dan
juga di Garut. Namun, Genjring rudat kini mulai tidak diminati para kawula muda
Cirebon karena perkembangan jaman yang semakin maju hingga terkikisnya cinta
pada seni budaya sendiri.
Masyarakat Indonesia terlalu gengsi untuk menggunakan
produk dalam negeri. Mereka merasa lebih elit ketika mereka menggunakan sepatu
bermerk Adidas atau Puma ketimbang hanya mengalaskan kaki mereka dengan
bungkusan kaki berlabel Cibaduyut. Mereka merasa lebih berkelas ketika laptop
yang mereka gunakan bergambar Apple ketimbang mereka mengetik dengan Zyrex.
Bahkan tidak sedikit dari mereka merasa berlevel lebih tinggi ketika membayar
dengan Dollar ketimbang Rupiah. Hal ini sangat memperlihatkan bahwa rasa cinta
tanah air para pemuda sudah mulai luntur. Bahkan pendidikan mengenai pancasila
yang sudah diberikan sejak dibangku Sekolah Dasar hingga dewasa ini hanya
menjadi teori tanpa ada realisasi dari apa yang sudah dipelajari.
Masuknya budaya luar menyebabkan terjadinya pergeseran budaya di Indonesia oleh
karenanya maka moral pemuda Indonesia jelas terancam. Hal yang yang seperti
inilah yang menyebabkan terjadinya krisis moral pada kalangan remaja. Mencintai
budaya Indonesia dapat menjadi gambaran betapa besarnya rasa cinta pemuda pada
bangsa ini. Bayangkan ketika seluruh rakyat Indonesia dengan penuh kesadaran
mengonsumsi produk-produk buatan lokal di tengah derasnya arus barang impor
dari luar negeri. Secara tidak langsung konsumen yang begitu besar akan
meningkatkan pendapatan pengusaha lokal bahkan pendapatan nasional.
Diharapkan
pula dengan keuntungan tersebut pelaku usaha akan terus meningkatkan mutu
produk-produknya sebagai timbal balik dari kepercayaan publik dalam negeri.
Selain itu, permintaan produk lokal yang tinggi tentu menuntut peningkatan
jumlah produksi yang juga akan membuka lapangan pekerjaan baru bagi jutaan
rakyat Indonesia. Beberapa hal di atas mungkin hanya sebagian kecil dari
pentingnya rasa cinta tanah air yang diwujudkan dengan cinta produk dalam
negeri.
Kemandirian bangsa tentu saja menjadi atensi dari semua elemen bangsa
khususnya pemuda sebagai pengemban masa depan bangsa. Tidak dapat dipungkiri
bahwa pemuda memiliki peranan sejarah yang penting dan berkelanjutan dalam
perjalanan kehidupan berbangsa. Mengingat peranan dan posisinya yang strategis
dalam konfigurasi kehidupan berkebangsaan, sudah sepatutnya pemuda mesti
dipandang sebagai aset sosial bangsa yang strategis dalam pola pembangunan
negeri. Indonesia masa depan bisa diramalkan dengan melihat kondisi para
pemudanya hari ini, karena pemuda hari ini adalah pemimpin esok hari. Itulah
sebabnya kalau ingin menghancurkan suatu negeri, maka hancurkanlah generasi
mudanya terlebih dahulu.
Sumber : Hidayah, Nurul. Kesenian Genjring Rudat Grup Kandaga Genjring Cilimus
0 komentar:
Posting Komentar