Tari Topeng Cirebon.
Topeng adalah sebuah karya seni yang tercipta sebagai perwujudan atau ekspresi
tentang konsep batin yang berhubungan dengan wajah. Di Indonesia sendiri,
keberadaan karya seni purba ini telah begitu melekat dalam kebudayaan
masyarakatnya.
Salah
satunya adalah daerah Cirebon,Tari Topeng yang digunakan untuk persebaran agama
Islam di wilayah Cirebon. yang menyebabkan Tari Topeng sangat populer, dari
dulu hingga sekarang ,yang menyebabkan banyaknya masyarakat Cirebon yang
beragama Islam .
Salah satu
kekhasan tari topeng ini adalah pada gerakan tangan dan tubuh yang gemulai,
sementara iringan musiknya di dominasi oleh kendang dan rebab. Keunikan lainnya
adalah adanya proses pewarisan keahlian dari generasi tua kepada yang lebih
muda.
Seperti
diketahui, tari ini memiliki keragaman gaya tarian, adapun proses pewarisan
erat hubungannya dengan adat istiadat sebuah desa atau daerah yang memiliki
tari topeng dengan kekhasan tersendi.
Sejarah Tari Topeng Wilayah Cirebon
:
Ada berbagai sumber tentang sejarah munculnya tari topeng yang
menjadi kebudayaan dan kesenian Tari topeng diantaranya :
Pada masa kerajaan Majapahit tarian
dengan menggunakan Kedok atau Topeng dilakukan oleh Raja-raja sebagai simbol
kekuasaan. Disebutkan dalam kitab Negarakertagama dan Pararaton bahwa Raja-raja
Majapahit, termasuk juga Hayam Wuruk, menarikan tarian dengan menggunakan Kedok
dari Emas.
Setelah Majapahit runtuh dan
berkuasa kerjaan Demak yang Islam, alam pikiran Majapahit tidak lenyap,
termasuk di antaranya ″ingatan kolektif″ tentang Tari Topeng dengan kemasan
yang dibarukan. Dari Demak inilah Tari Topeng kemudian menyebar ke seluruh
pulau Jawa dan mengalami transformasi dengan budaya lokal sehingga muncullah
berbagai variasi Tari Topeng yang berbeda-beda di hampir seluruh pulau Jawa,
sebut saja Tari Topeng Panji di Surakarta dan Yogyakarta, Topeng Malang, Topeng
Madura dan sebagainya.
Tari Topeng Cirebon bila ditelusuri
dari pola dan struktur tariannya dapat dikatakan relatif lebih terpelihara dari
pada Tari Topeng di daerah lain. Menurut sejarah hal ini dimungkinkan terjadi
karena Cirebon selama beberapa tahun pernah berada di bawah kekuasaan Demak dan
mempunyai hubungan kekerabatan yang cukup dekat sehingga keaslian Tari Topeng
yang diciptakan di kalangan istana Demak tetap terpelihara di istana Cirebon.
Berbeda dengan data di atas,
para Dalang Topeng Cirebon menyebutkan bahwa Topeng yang sekarang diwarisi
masyarakat Cirebon diciptakan oleh Sunan Panggung. Sunan Panggung ini diyakini
sebagai Sunan Kali Jaga. Bahkan Babad Cirebon menyebutkan bahwa Sunan Panggung
adalah putera Sunan Kali Jaga yang oleh Sultan Demak diangkat menjadi Pangeran
yang mengurusi pertunjukan Wayang dan Topeng. Sunan Panggung menurunkan
keahliannya kepada Pangeran Bagusan dan tokoh inilah yang mengajarkan anak
cucunya seni Topeng dan Wayang yang berfungsi sebagai tuntunan dalam
menyebarkan agama Islam kepada masyarakat.
Adapun
menurut buku yang berjudul “Cirebon falsafah, tradisi dan adat budaya” karya
Mohammed Sugianto Prawiraredja, Tari Topengkonon diciptakan oleh Ki Danalaya,
salah seorang murid Sunan Kali Jaga, yang kemudian mewariskannya kepada
tokoh-tokoh Seniman Cirebon. Pada masa sekarang terdapat dua Cengkok (gaya)
dalam pementasan seni Tari Topeng, yaitu Cengkok Arjawinangun (Slangit) dan
Cengkok Losari (astanalanggar). Tari Topeng Cirebon yang disebut Topeng Babakan
(tahapan) karena terdiri dari empat babak (tahapan) yang menampilkan empat
tokoh berlainan karakter, yaitu Panji, Samba, (Pamindo), Patih (Tumenggung) dan
Klana (Rahwana). Masing-masing tokoh melambangkan perjalan hidup manusia dari
mulai masa bayi, kanak-kanak, remaja dan dewasa.
Menurut Babad Cirebon, pada saat berkuasanya
Sunan Gunung Jati sebagai penguasa Islam di Cirebon, maka datanglah percobaan
untuk meruntuhkan kekuasaan Cirebon di Jawa Barat. Tokoh pelakunya adalah
Pangeran Welang dari daerah Karawang. Tokoh ini ternyata sangat sakti dan
memiliki pusaka sebuah pedang bernama Curug Sewu. Penguasa Cirebon beserta para
pendukungnya tidak ada yang bisa menandingi kesaktian Pangeran Welang. Dalam
keadaan kritis maka diputuskan bahwa untuk menghadapi musuh yang demikian
saktinya harus dihadapi dengan diplomasi kesenian. Setelah disepakati bersama
antara Sunan Gunung Jati, Pangeran Cakra Buana dan Sunan Kali Jaga maka
terbentuklah tim kesenian dengan Penari yang sangat cantik, yaitu Nyi Mas Ganda
Sari dengan syarat Penarinya memakai Kedok/Topeng.
Mulailah tim kesenian ini mengadakan
pertunjukan ke setiap tempat seperti lazimnya sekarang disebut Ngamen. Dalam
waktu singkat tim kesenian ini menjadi terkenal sehingga Pangeran Welang pun
penasaran dan tertarik untuk menontonnya. Setelah Pangeran Welang menyaksikan
sendiri kebolehan sang Penari, seketika itu pula dia jatuh cinta. Nyi Mas Ganda
Sari pun berpura-pura menyambut cintanya dan pada saat Pangeran Welang melamar
maka Nyi Mas Ganda Sari minta dilamar dengan pedang Curug Sewu. Pangeran Welang
tanpa pikir panjang menyerahan pedang pusaka tersebut, bersamaan dengan itu
maka hilang semua kesaktian Pangeran Welang. Dalam keadaan lemah lunglai tidak
berdaya Pangeran Welang menyerah total kepada sang Penari Nyi Mas Gandasari dan
memohon ampun kepada Sunan Gunung Jati agar tidak dibunuh. Sunan Gunung Jati
memberi ampun dengan syarat harus memeluk agama Islam.
Setelah
memeluk
agama Islam Pangeran Welang dijadikan petugas sebagai Pemungut Cukai dan dia
berganti nama menjadi Pangeran Graksan. Sedangkan para pengikut Pangeran Welang
yang tidak mau memeluk agama Islam tetapi ingin tetap tinggal di wilaya Cirebon,
oleh Sunan Gunung Jati diperintahkan dan ditugaskan untuk menjaga Keraton-Keraton Cirebon dan
sekitarnya guna meningkatkan keamanan diwilayah Cirebon itu sendiri. Perkembangan Tari Topeng Cirebon Topeng adalah
salah satu kesenian tradisional Indonesia yang telah tumbuh dan berkembang
sejak abad ke 10 s/d 11 M. Pada saat Cirebon
Perkembangan
Tari Topeng Cirebon
Topeng adalah salah satu kesenian tradisional
Indonesia yang telah tumbuh dan berkembang sejak abad ke 10 s/d 11 M. Pada saat
Cirebon menjadi pusat pengembangan syiar agama Islam, Sunan Gunung Jati bersama
dengan Sunan Kali Jaga, mengangkat kesenian Wayang dan Tari Topeng menjadi
tontonan di Keraton yang juga berfungsi sebagai tuntunan dalam penyebaran agama
Islam pada waktu itu.
Pada mulanya, pergelaran seni Tari Topeng dan
Wayang Kulit di Keraton Cirebon selalu berdampingan erat. Pergelaran Topeng
pada siang hari dan Wayang Kulit pada malam harinya dilakukan oleh orang yang
sama. Dengan demikian, Dalang Topeng pada siang hari adalah seorang laki-laki
yang merangkap sebagai Dalang Wayang Kulit pada malam harinya.
Disamping itu, kesenian
ini (dahulu) biasa digelar pada upacara-upacara adat yang diselenggaraan masyarakat
seperti Mapag Sri, Sedekah Bumi, Ruwatandan lain-lain. Dalam perkembangan
selanjutnya, Topeng menjadi salah satu seni pertunjukkan (jenis tarian) yang
memiliki bentuk penyajian tersendiri yang disebut “Topeng Babakan” atau “Topeng
Binaan” yang para Penarinya memekai Kedok (Topeng) sebagai penutup muka,
biasanya Kedok yang ditampilkan pada satu kali pertunjukkan Topeng terdiri
dari: Panji, Pamindo (Samba), Rumyang, Tumenggungdan Klana (Rahwana).
0 komentar:
Posting Komentar