Kamis, 19 Desember 2019

Sejarah Dan Persebaran Seni Tari Topeng Cirebon

0 komentar


Tari Topeng Cirebon. Topeng adalah sebuah karya seni yang tercipta sebagai perwujudan atau ekspresi tentang konsep batin yang berhubungan dengan wajah. Di Indonesia sendiri, keberadaan karya seni purba ini telah begitu melekat dalam kebudayaan masyarakatnya.

Salah satunya adalah daerah Cirebon,Tari Topeng yang digunakan untuk persebaran agama Islam di wilayah Cirebon. yang menyebabkan Tari Topeng sangat populer, dari dulu hingga sekarang ,yang menyebabkan banyaknya masyarakat Cirebon yang beragama Islam .
Salah satu kekhasan tari topeng ini adalah pada gerakan tangan dan tubuh yang gemulai, sementara iringan musiknya di dominasi oleh kendang dan rebab. Keunikan lainnya adalah adanya proses pewarisan keahlian dari generasi tua kepada yang lebih muda.
Seperti diketahui, tari ini memiliki keragaman gaya tarian, adapun proses pewarisan erat hubungannya dengan adat istiadat sebuah desa atau daerah yang memiliki tari topeng dengan kekhasan tersendi.

Sejarah Tari Topeng Wilayah Cirebon :
Ada berbagai sumber tentang sejarah munculnya tari topeng yang menjadi kebudayaan dan kesenian Tari topeng diantaranya :

Pada masa kerajaan Majapahit tarian dengan menggunakan Kedok atau Topeng dilakukan oleh Raja-raja sebagai simbol kekuasaan. Disebutkan dalam kitab Negarakertagama dan Pararaton bahwa Raja-raja Majapahit, termasuk juga Hayam Wuruk, menarikan tarian dengan menggunakan Kedok dari Emas.
Setelah Majapahit runtuh dan berkuasa kerjaan Demak yang Islam, alam pikiran Majapahit tidak lenyap, termasuk di antaranya ″ingatan kolektif″ tentang Tari Topeng dengan kemasan yang dibarukan. Dari Demak inilah Tari Topeng kemudian menyebar ke seluruh pulau Jawa dan mengalami transformasi dengan budaya lokal sehingga muncullah berbagai variasi Tari Topeng yang berbeda-beda di hampir seluruh pulau Jawa, sebut saja Tari Topeng Panji di Surakarta dan Yogyakarta, Topeng Malang, Topeng Madura dan sebagainya. 
Tari Topeng Cirebon bila ditelusuri dari pola dan struktur tariannya dapat dikatakan relatif lebih terpelihara dari pada Tari Topeng di daerah lain. Menurut sejarah hal ini dimungkinkan terjadi karena Cirebon selama beberapa tahun pernah berada di bawah kekuasaan Demak dan mempunyai hubungan kekerabatan yang cukup dekat sehingga keaslian Tari Topeng yang diciptakan di kalangan istana Demak tetap terpelihara di istana Cirebon. 

 Berbeda dengan data di atas, para Dalang Topeng Cirebon menyebutkan bahwa Topeng yang sekarang diwarisi masyarakat Cirebon diciptakan oleh Sunan Panggung. Sunan Panggung ini diyakini sebagai Sunan Kali Jaga. Bahkan Babad Cirebon menyebutkan bahwa Sunan Panggung adalah putera Sunan Kali Jaga yang oleh Sultan Demak diangkat menjadi Pangeran yang mengurusi pertunjukan Wayang dan Topeng. Sunan Panggung menurunkan keahliannya kepada Pangeran Bagusan dan tokoh inilah yang mengajarkan anak cucunya seni Topeng dan Wayang yang berfungsi sebagai tuntunan dalam menyebarkan agama Islam kepada masyarakat.

Adapun menurut buku yang berjudul “Cirebon falsafah, tradisi dan adat budaya” karya Mohammed Sugianto Prawiraredja, Tari Topengkonon diciptakan oleh Ki Danalaya, salah seorang murid Sunan Kali Jaga, yang kemudian mewariskannya kepada tokoh-tokoh Seniman Cirebon. Pada masa sekarang terdapat dua Cengkok (gaya) dalam pementasan seni Tari Topeng, yaitu Cengkok Arjawinangun (Slangit) dan Cengkok Losari (astanalanggar). Tari Topeng Cirebon yang disebut Topeng Babakan (tahapan) karena terdiri dari empat babak (tahapan) yang menampilkan empat tokoh berlainan karakter, yaitu Panji, Samba, (Pamindo), Patih (Tumenggung) dan Klana (Rahwana). Masing-masing tokoh melambangkan perjalan hidup manusia dari mulai masa bayi, kanak-kanak, remaja dan dewasa.

 Menurut Babad Cirebon, pada saat berkuasanya Sunan Gunung Jati sebagai penguasa Islam di Cirebon, maka datanglah percobaan untuk meruntuhkan kekuasaan Cirebon di Jawa Barat. Tokoh pelakunya adalah Pangeran Welang dari daerah Karawang. Tokoh ini ternyata sangat sakti dan memiliki pusaka sebuah pedang bernama Curug Sewu. Penguasa Cirebon beserta para pendukungnya tidak ada yang bisa menandingi kesaktian Pangeran Welang. Dalam keadaan kritis maka diputuskan bahwa untuk menghadapi musuh yang demikian saktinya harus dihadapi dengan diplomasi kesenian. Setelah disepakati bersama antara Sunan Gunung Jati, Pangeran Cakra Buana dan Sunan Kali Jaga maka terbentuklah tim kesenian dengan Penari yang sangat cantik, yaitu Nyi Mas Ganda Sari dengan syarat Penarinya memakai Kedok/Topeng.

 Mulailah tim kesenian ini mengadakan pertunjukan ke setiap tempat seperti lazimnya sekarang disebut Ngamen. Dalam waktu singkat tim kesenian ini menjadi terkenal sehingga Pangeran Welang pun penasaran dan tertarik untuk menontonnya. Setelah Pangeran Welang menyaksikan sendiri kebolehan sang Penari, seketika itu pula dia jatuh cinta. Nyi Mas Ganda Sari pun berpura-pura menyambut cintanya dan pada saat Pangeran Welang melamar maka Nyi Mas Ganda Sari minta dilamar dengan pedang Curug Sewu. Pangeran Welang tanpa pikir panjang menyerahan pedang pusaka tersebut, bersamaan dengan itu maka hilang semua kesaktian Pangeran Welang. Dalam keadaan lemah lunglai tidak berdaya Pangeran Welang menyerah total kepada sang Penari Nyi Mas Gandasari dan memohon ampun kepada Sunan Gunung Jati agar tidak dibunuh. Sunan Gunung Jati memberi ampun dengan syarat harus memeluk agama Islam.

Setelah memeluk agama Islam Pangeran Welang dijadikan petugas sebagai Pemungut Cukai dan dia berganti nama menjadi Pangeran Graksan. Sedangkan para pengikut Pangeran Welang yang tidak mau memeluk agama Islam tetapi ingin tetap tinggal di wilaya Cirebon, oleh Sunan Gunung Jati diperintahkan dan ditugaskan  untuk menjaga Keraton-Keraton Cirebon dan sekitarnya guna meningkatkan keamanan diwilayah Cirebon itu sendiri.  Perkembangan Tari Topeng Cirebon Topeng adalah salah satu kesenian tradisional Indonesia yang telah tumbuh dan berkembang sejak abad ke 10 s/d 11 M. Pada saat Cirebon

Perkembangan Tari Topeng Cirebon

 Topeng adalah salah satu kesenian tradisional Indonesia yang telah tumbuh dan berkembang sejak abad ke 10 s/d 11 M. Pada saat Cirebon menjadi pusat pengembangan syiar agama Islam, Sunan Gunung Jati bersama dengan Sunan Kali Jaga, mengangkat kesenian Wayang dan Tari Topeng menjadi tontonan di Keraton yang juga berfungsi sebagai tuntunan dalam penyebaran agama Islam pada waktu itu.

 Pada mulanya, pergelaran seni Tari Topeng dan Wayang Kulit di Keraton Cirebon selalu berdampingan erat. Pergelaran Topeng pada siang hari dan Wayang Kulit pada malam harinya dilakukan oleh orang yang sama. Dengan demikian, Dalang Topeng pada siang hari adalah seorang laki-laki yang merangkap sebagai Dalang Wayang Kulit pada malam harinya.

Disamping itu, kesenian ini (dahulu) biasa digelar pada upacara-upacara adat yang diselenggaraan masyarakat seperti Mapag Sri, Sedekah Bumi, Ruwatandan lain-lain. Dalam perkembangan selanjutnya, Topeng menjadi salah satu seni pertunjukkan (jenis tarian) yang memiliki bentuk penyajian tersendiri yang disebut “Topeng Babakan” atau “Topeng Binaan” yang para Penarinya memekai Kedok (Topeng) sebagai penutup muka, biasanya Kedok yang ditampilkan pada satu kali pertunjukkan Topeng terdiri dari: Panji, Pamindo (Samba), Rumyang, Tumenggungdan Klana (Rahwana).


0 komentar:

Posting Komentar