Senin, 06 Januari 2020

PERBEDAAN TARI TOPENG CIREBON DENGAN TARI TOPENG BALI

0 komentar

Seni pentas tradisional memiliki peran yang khusus dan unik dalam kebudayaan Bali. Kesenian seperti tari dan teater tidak sekadar berfungsi sebagai hiburan. Sebagian di antaranya menjadi komponen pelengkap dari ritual keagamaan atau bahkan diposisikan sebagai ritual itu sendiri. Keragaman fungsi ini membuat kesenian Bali begitu kaya dengan ragam dan variasi. Salah satu wujud nyatanya dapat dilihat pada keragaman yang ada dalam kerajinan topeng Bali.
Topeng Bali dibuat dari bahan kayu. Jenis kayu yang biasanya digunakan sebagai bahan pembuatan topeng antara lain kenanga dan pule. Dalam prosesnya, ada beberapa tahap pemahatan yang harus dilalui sampai akhirnya menjadi topeng. Selain itu, adanya pakem tertentu dalam penggambaran sifat tokoh membuat para perajin topeng harus memiliki keterampilan khusus.
Topeng menjadi perangkat utama dalam tari topeng, kesenian dramatari tradisional khas Bali. Dalam tari topeng, setiap pementas atau penari tampil dengan busana khusus serta mengenakan topeng. Topeng yang dikenakan oleh seorang penari menunjukkan tokoh yang diperakannya dalam sebuah pertunjukan. Cerita yang dibawakan dalam tari topeng biasanya berasal dari riwayat sejarah (babad) atau kisah-kisah legenda.
Berdasarkan pada strata sosial dari lakon yang ditampilkan, topeng dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis. Jenis-jenis topeng tersebut antara lain topeng keras (sosok petarung), topeng tua (sosok sesepuh), topeng bondres (rakyat biasa), dan topeng ratu (kalangan bangsawan).
Selain jenis umum tersebut, ada pula jenis topeng yang khusus, seperti topeng Calonarang, topeng jauk, dan topeng telek. Topeng Calonarang memperlihatkan sosok buruk rupa, bertaring, dan mata membelalak yang menjadi simbolisasi kejahatan. Topeng jauk berbentuk peralihan antara manusia serta raksasa yang berwatak kasar, merepresentasikan makhluk yang membantu Barong dalam menghadapi rangda. Seperti halnya jauktelek merupakan sekutu dari Barong, tetapi berupa sosok dengan wajah dan watak yang halus.
Saat ini, topeng Bali dibuat bukan sekadar sebagai perangkat penting dalam pementasan tari topeng. Topeng Bali sudah banyak dijual bebas kepada para wisawatan yang berkunjung untuk dijadikan cendera mata. 
Drama Tari Topeng.
Seperti diketahui bahwa topeng merupakan karya seni purba yang telah menyebar hampir diseluruh dunia. Karya seni ini dibentuk sedemikian rupa untuk mewakili perwujudan atau ekspresi tentang konsep batin sehubungan dengan wajah, entah itu manusia maupun binatang.
Di Bali sendiri, topeng banyak terlibat dalam berbagai macam seni pertunjukan, namun yang lazim disebut atau yang paling mewakili kesenian topeng adalah Dramatari Topeng.
Secara umum, seni pertunjukan bertopeng di Bali bisa diklasifikasikan menjadi lima, diantaranya adalah Brutuk, Barong dan Rangda, Telek dan Jauk, Wayang Wong, dan Dramatari Topeng
Kelima-limanya dari jenis diatas masih merupakan kategori besar yang tidak menutup kemungkinan masih ada pembagian lagi di dalamnya. Sebagai misal adalah Dramatari Topeng yang sejauh ini dibedakan menjadi tiga yaitu Topeng Pajegan, Topeng Panca dan Topeng Prembon.
Sejarah Drama Tari Topeng Bali
Di Bali, jejak kesenian topeng tertua bisa ditemukan pada arca Bhairawa di pura Kebo Edan dan Catur Kaya dari Pejeng yang keduanya dalam memperlihatkan sikap menari dengan menggunakan topeng. Untuk bukti tertulis adalah prasasti Bebetin (869 masehi) yang memuat istilah “pertapukan” yang berarti perkumpulan topeng.
Selanjutnya adalah prasasti Blantik (1058 masehi) dan prasasti Gurun Pai (1071 masehi) yang didalamnya memuat istilah “atapukan” yang berarti topeng. Hanya saja, bukti-bukti yang telah ada belum menggambarkan dengan jelas bentuk dan lakon keseniannya.
Pada perkembangan selanjutnya, Drama Tari Topeng juga turut dipengaruhi oleh Drama Tari Gambuh yang dikatakan sebagai mata air atau sumber seni pertunjukan Bali. Gambuh sendiri adalah kesenian warisan Majapahit sebagai bagian dari kekuasaan Jawa Timur di Bali.
Kesenian Tari Topeng dikatakan sangatlah subur di Majapahit, bahkan dalam kitab Negara kertagama, Raja Hayam Wuruk digambarkan mahir menarikan topeng dan karaket.
Adapun bukti bahwa kesenian topeng Bali sangat terkait dengan kesenian Majapahit adalah adanya peninggalan 22 buah topeng yang tersimpan di Pura Dalem Penataran Topeng.
Dari kesemua topeng itu, ada delapan topeng yang berasal dari Jawa yang masing-masing diberi nama Hayam Wuruk, Gajah Mada, Papak Mada, I Gusti Penatih, Sri Aji Wengker, Dalaem Juru, Sri Bima Cili, Danghyang Kepakisan dan Arya Semaranata.
Ketika merujuk pada Babad Dalem, topeng-topeng yang ada di Bali tersebut dahulunya adalah salah satu hasil rampasan dari peperangan antara Gelgel dan Blambangan.
Disebutkan bahwa perang tersebut diawali penolakan Dalem Juru (raja Blambangan) terhadap Dalem Watu Renggong yang ingin melamar putrinya yang bernama I Dewa Ayu Nibas. Sayangnya seranganpertama yang dipimpin oleh I Gusti Jelantik Tengahan mengalami kegagalan.
Kemudian diutuslah Ngurah Jelantik Wajahan untuk melakukan perampasan yang digunakan sebagai bukti bahwa ia telah menaklukkan Blambangan. Semua barang rampasan termasuk satu peti berisi topeng diserahkan kepada raja Klungkung Dalem Watu Renggong (1460-1550).
Singkat cerita, seiring dengan konflik politik yang melanda kerajaan Gelgel, topeng-topeng pada akhirnya dipindahkan ke Desa Blahbatuh pada kisaran tahun 1879 yang hingga kini dikeramatkan di Pura Penataran Topeng.
Drama Tari Topeng Pajegan
Pajegan dalam bahasa Bali berasal dari kata “pajeg” yang ditambah dengan sufik “an” yang bisa diartikan sebagai borongan. Topeng Pajegan berarti ditarikan oleh seorang penari topeng yang memborong banyak topeng untuk ditarikan seorang diri.
Drama Tari Topeng Pajegan dikatakan sebagai perkembangan dari kesenian topeng pada kerajaan Gelgel. Konon I Gusti Pering Jelantik membawakan dramatari seorang diri di puri Gelgel dengan menggunakan topeng-topeng hasil rampasan leluhurnya.
Setelah pementasan tari topeng tersebut, penampilan Topeng Pajegan kemudian menjadi tradisi di tengah-tengah masyarakat Bali, terutama pada saat ritual keagamaan.
Drama Tari Topeng Pajegan biasanya dimulai dengan tampilnya dua figur topeng pangelembar secara berurutan. Tokoh pertama berkarakter keras, bertopeng merah dengan mata melotot berkumis tebal.
Tokoh ini menghadirkan gerakan yang tangkas, gagah penuh wibawa. Sementara tokoh kedua berkarakter tua renta dengan rambut, alis dan kumis yang memutih. Gerakannya lambat namun sorot matanya arif.
Selanjutnya hadir tokoh penasar dengan tapel setengah terbuka pada mulut dan matanya. Penasar bertindak sebagai narator, komentator, penterjemah sekaligus pelawak.
Disinilah aspek dramatik Topeng Pajegan mulai terlihat, ketika penari mulai menampilkan topeng berwatak tampan, gerakannya alus penuh perhitungan, inilah topeng dalem atau sering disebut arsawijaya.
Topeng selanjutnya adalah tokoh antagonis berwajah ganas dengan gerakan yang kasar. Adapun menjelang klimaks cerita, akan dihadirkan tokoh-tokoh rakyat jelata dengan ekspresi wajah dan gerakan yang lucu.
Penampilan tokoh ini umumnya masih berkaitan dengan cerita, namun tidak jarang juga menyimpang dan cenderung menyajikan banyolan.
Drama Tari Topeng Pajegan umumnya akan diakhiri dengan pementasan Topeng Sidakarya berwarna putih, mata sipit, mulut terbuka serta lengkap dengan dua taring atas.
Figur tersebut menampilkan sepak terjang yang menakutkan, mengancam dan menerjang kiri kanan dengan mendenguskan mantra-mantra suci dari mulutnya. Sembari mengibaskan selembar kain putih, kedua tangannya meragakan gerak-gerak mudra pendeta.
Pada akhirnya, canang sari yang berisi beras kuning dan segenggam pis bolong kemudian ditebar ke segala penjuru. Sering juga seorang anak ditangkap dan kemudian dilepaskan oleh tokoh ini setelah diberi hadiah sekedarnya.
Dipercaya tokoh Sidakarya adalah simbol dari Wisnu Murti yang memberi anugrah dan atau legitimasi sebuah upacara. Kepercayaan dan justifikasi itulah yang menyangga keberadaan Topeng Pajegan.
Drama Tari Topeng Panca
Topeng Panca adalah perkembangan dari Topeng Pajegan yang diduga muncul pertama kali di Denpasar pada tahun 1915. Kemudian berkembang pula Topeng Panca di Klungkung pada kisaran tahun 1925.
Dinamakan Topeng Panca karena dimainkan oleh penari yang jumlahnya lima orang. Drama tari ini lebih mengarah sebagai seni pentas non ritual.
Keberadaan Topeng Panca diduga sebagai peningkatan fungsi kesenian topeng sehingga tidak hanya berfungsi sebagai pelaksana ritual keagamaan, namun juga sebagai hiburan. Perkembangan ini pula yang menjadi sarana ampuh untuk mengembangkan pendidikan spiritual bagi masyarakat Bali.
Drama Tari Topeng Prembon
Dramatari Prembon merupakan penggabungan dari berbagai elemen seni Bali termasuk Arja, Gambuh, Topeng dan Bebarongan. Terlahir sekitar tahun 1942 yang diciptakan oleh seniman dari Badung bernama I Nyoman Kaler serta dua seniman Gianyar yakni I Made Kredek dan I Wayan Griya.
Seperti halnya Dramatari Topeng Pajegan maupun Panca, Dramatari Prembon dibawakan oleh para penari bertopeng. Berdialog menggunakan bahasa Bali dan bahasa Kawi dengan mengambil cerita dari Babad Bali atau sejarah lainnya.
Tokoh-tokoh yang ada dalam Prembon juga masih melibatkan Penggelembar jenis topeng Tua dan Keras, Ratu seperti tokoh Dalem dan pepatih, Panasar untuk tokoh Kelihan dan Cenikan, serta Bondres untuk rakyat.



0 komentar:

Posting Komentar